Nyeri bagi penderita kanker merupakan sesuatu hal yang tidak terelakkan. Bahkan, ketika kanker sudah mestastase (menyebar) nyeri yang dirasakan kian tak tertahankan. Ironisnya, beberapa penderita kanker yang tidak tahan dengan nyeri memutuskan untuk menempuh “jalan pintas” mengakhiri hidupnya sendiri. Tentu saja cara ini tidak dibenarkan oleh agama apapun.
“Kanker sebabkan kerusakan jaringan potensial atau aktual. Sehingga penderita kanker akan rasakan sensasi tidak menyenangkan.”ujar dr. Hj Ken Wirastuti, Sp.S, M.Kes KIC dalam simposium update terkini penatalaksanaan nyeri pada pasien belum lama ini di Hall RSI Sultan Agung.
Sejatinya, kata Dokter Sultan Agung Pain Center, nyeri pada penderita kanker bisa dikurangi dengan terapi farmakologi, non Farmakologi, physical therapydan Interventional Pain Management Surgery (IPMS).
Dan belakangan ini, IMPS mulai dilirik sebagai salah satu model penanganan nyeri.
“IPMS dilakukan dengan injeksi obat-obatan tertentu di titik picu nyeri (trigger point) atau di persendian (intraartikuler). Berikutnya, dengan bantuanradiofrequency di titik saraf tertentu yang menjadi asal munculnya penyebaran nyeri dengan panduan alat c-arm atau USG untuk menjamin akurasi.” kata dr Ken.
Bagi penderita kanker, dengan meredanya rasa nyeri akan menurunkan kemungkinan berubahnya nyeri akut menjadi gejala nyeri kronis yang persisten. “Secara otomatis juga akan mengurangi penderitaan dan ketidakmampuan akibat nyeri dan memperpanjang kualitas hidup pasien kanker” pungkasnya.