Semarang, rsisultanagung.co.id – Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PML) dr Siti Nadia Tarmizi menyebut per tahun 2020, hanya ada 30 persen penemuan kasus tuberkulosis (TBC) dari yang diperkirakan. Jauh menurun, dibandingkan dua tahun lalu.
“2020 malah kebalikannya, hanya 30 persen kasus yang ditemukan. Sementara 2 tahun yg lalu 30 persen yang belum ditemukan,” jelas dr Nadia dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis Sedunia 2021 Kementerian Kesehatan RI, Selasa (23/3/2021).
“Ternyata hanya 3.459 ribu kasus TBC biasa yang ditemukan dari perkiraan kasus 845 ribu. TBC resisten dari perkiraan 24 ribu, hanya 8.060 kasus tbc resisten yang ditemukan,” lanjut dr Nadia.
Penemuan kasus TBC diakui terhambat lantaran sejumlah fasilitas kesehatan dan strategi tracing lebih fokus dilakukan pada COVID-19. Vaksinasi TBC juga cakupannya mengalami penurunan.
Seperti diketahui, COVID-19 dan TBC memiliki gejala yang mirip seperti demam dan batuk. Bagaimana membedakan keduanya?
“Gejala batuk lebih dari 2 minggu, atau yang tak kunjung sembuh untuk segera memeriksakan ke faskes atau ke RS,” jelas dr Nadia.
Gejala TBC
- Batuk lebih dari 2 minggu
- Demam
- Keringat pada malam hari
- Berat badan turun
Gejala COVID-19
- Batuk
- Demam
- Hilangnya kemampuan indra penciuman dan perasa
- Kelelahan
- Sesak napas
Sementara menurut dokter paru yang juga Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga Aditama, gejala yang paling umum ditemui pada TB dan COVID-19 adalah demam dan batuk. Ia menyebut penemuan perbedaan kasus TB dan COVID-19 bisa dilakukan saat tracing.
“Gejala keluhan batuk itu sekian persen terjadi pada COVID-19 dan TBC begitu juga dengan demam. Jadi ada keluhan demam batuk maka jangan dilepas begitu saja, itu diperiksa untuk ke arah TBC,” jelas Prof Tjandra dalam kesempatan yang sama.
Sumber : health.detik.com