Terjaminnya kerahasiaan data rekam medis (rm) pasien di Rumah Sakit (RS) harus menjadi prioritas utama. Tidak semua orang dapat mambawa atau melihat isi rm keluar RS tanpa seijin Pimpinan RS dan sepengetahuan kepala bagian rekam medis.
Di depan hukum, rm dapat dibuka hanya untuk kepentingan pasien untuk memenuhi permintaan aparat dan permintaan pasien sendiri berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlak
Bahkan, kerahasiaan rm ada payung hukum yang menaunginya. “Sumber hukum yg dapat dijadikan acuan dalam masalah kerahasian suatu informasi terdapat dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 1966 Tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran. Sehingga pemberian Informasi medis harus mengikuti prosedur yang berlaku.” kata kepala bagian RM, Rawat Inap, Rawat Jalan dan Pelaporan Siti Maria Ulfah, S.KM dalam sosialisasi kebijakan RM yang diikuti staf dan pejabat struktural RSI Sultan Agung belum lama ini.
Meski begitu, kata Ulfah, informasi medis yang dapat diberikan apabila pasien menandatangani serta memberikan kuasa kepada pihak ketiga seperti penanggung biaya (asuransi) pemerintah dsb untuk mendapatkan informasi medis mengenai dirinya.
Ulfah melanjutkan, bagi pihak ketiga, pemanfaatan RM bisa digunakan untuk bukti dokumentasi medik atau riwayat penyakit dan pengobatan dan bisa memberikan gambaran data klinis yang dimanfaatkan dalam penelitian dan pendidikan atau sekedar memberikan informasi bagi pihak ketiga.
Ulfah mengingatkan, petugas tidak bisa sembarangan “melepas” rm ke pihak manapun karena ada serangkaian persyaratan ketat yang harus dipenuhi. “Permintaan rm harus tertulis. Jika pasien adalah anak-anak harus diwakili oleh orang tua. Dokter juga harus mempunyai ijin asli dari pasienberupa tanda tangan dan tanggal sebelum melepas copy RM ke pihak ketiga” lanjutnya.