Profesi dokter umum adalah salah satu garda terdepan dalam hal pelayanan kesehatan masyarakat. Namun, untuk beberapa diagnosa kesehatan tertentu, dokter umum membutuhkan dokter spesialis untuk penyelesaiannya. Sayangnya, di beberapa tempat, seringkali muncul friksi-friksi antara dokter umum dan dokter spesialis.
“Setidaknya ada tiga persoalan klasik di kalangan dokter umum. Yakni, apakah boleh menulis resep, melakukan tindakan spesialistis Sebaliknya, bagi dokter spesialis, bolehkah menangani kasus umum atau sederhana yang domainnya sebenarnya di dokter umum ? “ ujar dr. Gatot Suharto, Dipl For Med di sela-sela pelantikan Persatuan Dokter Umum Indonesia (PDUI) periode 2015 s.d 2018 di gedung ITH lantai 2 RSI Sultan Agung beberapa waktu lalu.
Meski demikian, menurut Gatot, sebaiknya “riak-riak” kecil di lapangan sebaiknya tidak usah dibesar-besarkan karena sebenarnya dokter umum atau spesialis diikat dalam Kode Etik Indonesia (KODEKI). “Dalam pasal 18 dan 19 KODEKI sebenarnya sudah diatur bagaimana hubungan antar dokter. Seperti hendaknya setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana Ia sendiri ingin diperlakukan dan tidak boleh mengambil alih pasien dari teman sejawat, kecuali dengan persetujuan keduanya atau berdasarkan prosedur yang etis” tambahnya.
Khusus kepada dokter umum, Gatot berpesan untuk berpegang teguh pada kewajiban dokter sesuai yang diatur dalam KODEKI. Yakni memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien.
Meski demikian, Gatot mengingatkan dokter umum untuk menghadapi tantangan yang mungkin dihadapi selama kepengurusan pertama, tekhnologi kedokteran yang meningkat. Kedua, kesadaran hokum masayarakat dan tekhnologi informasi yang meningkat dan pola hidup kesehatan yang sudah bergeser.